Headlines News :

    TRANLATE

    [Valid RSS]

    SEJARAH CIREBON


    KISAH asal-usul Cirebon dapat ditemukan dalam historiografi tradisional yang ditulis dalam bentuk manuskrip (naskah) yang ditulis pada abad ke-18 dan ke-19. Naskah-naskah tersebut dapat dijadikan pegangan sementara sehingga sumber primer ditemukan.
    Diantara naskah-naskah yang memuat sejarah awal Cirebon adalah Carita Purwaka Caruban NagariBabad CirebonSajarah Kasultanan CirebonBabad Walangsungsang, dan lain-lain. Yang paling menarik adalah naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, ditulis pada tahun 1720 oleh Pangeran Aria Cirebon, Putera Sultan Kasepuhan yang pernah diangkat sebagai perantara para Bupati Priangan dengan VOC antara tahun 1706-1723. 
    Dalam naskah itu pula disebutkan bahwa asal mula kata “Cirebon” adalah “sarumban”, lalu mengalami perubahan pengucapan menjadi “Caruban”. Kata ini mengalami proses perubahan lagi menjadi “Carbon”, berubah menjadi kata “Cerbon”, dan akhirnya menjadi kata “Cirebon”. Menurut sumber ini, para wali menyebut Carbon sebagai “Pusat Jagat”, negeri yang dianggap terletak ditengah-tengah Pulau Jawa. Masyarakat setempat menyebutnya “Negeri Gede”. Kata ini kemudian berubah pengucapannya menjadi “Garage” dan berproses lagi menjadi “Grage”.
    Menurut P.S. Sulendraningrat, penanggung jawab sejarah Cirebon, munculnya istilah tersebut dikaitkan dengan pembuatan terasi yang dilakukan oleh Pangeran Cakrabumi alias Cakrabuana. Kata “Cirebon” berdasarkan kiratabasa dalam Bahasa Sunda berasal dari “Ci” artinya “air” dan “rebon” yaitu “udang kecil” sebagai bahan pembuat terasi. Perkiraan ini dihubungkan dengan kenyataan bahwa dari dahulu hingga sekarang, Cirebon merupakan penghasil udang dan terasi yang berkualitas baik.
    Berbagai sumber menyebutkan tentang asal-usul Sunan Gunung Jati, pendiri Kesultanan Cirebon. Dalam sumber lokal yang tergolong historiografi, disebutkan kisah tentang Ki Gedeng Sedhang Kasih, sebagai kepala Nagari Surantaka, bawahan Kerajaan Galuh. Ki Gedeng Sedhang Kasih, adik Raja Galuh, Prabu Anggalarang, memiliki puteri bernama Nyai Ambet Kasih. Puterinya ini dinikahkan dengan Raden Pamanah Rasa, putra Prabu Anggalarang.
    Karena Raden Pamanah Rasa memenangkan sayembara lalu menikahi puteri Ki Gedeng Tapa yang bernama Nyai Subanglarang, dari Nagari Singapura, tetangga Nagari Surantaka. Dari perkawinan tersebut lahirlah tiga orang anak, yaitu Raden WalangsungsangNyai Lara Santang dan Raja Sangara. Setelah ibunya meninggal,Raden Walangsungsang serta Nyai Lara Santang meninggalkan Keraton, dan tinggal di rumah Pendeta Budha, Ki Gedeng Danuwarsih.
    Puteri Ki Gedeng Danuwarsih yang bernama Nyai Indang Geulis dinikahi Raden Walangsungsang, serta berguru Agama Islam kepada Syekh Datuk KahfiRaden Walangsungsang diberi nama baru, yaitu Ki Samadullah, dan kelak sepulang dari tanah suci diganti nama menjadi Haji Abdullah Iman. Atas anjuran gurunya, Raden Walangsungsang membuka daerah baru yang diberi nama Tegal Alang-alang atau Kebon Pesisir. Daerah Tegal Alang-alang berkembang dan banyak didatangi orang Sunda, Jawa, Arab, dan Cina, sehingga disebutlah daerah ini “Caruban”, artinya campuran. Bukan hanya etnis yang bercampur, tapi agama juga bercampur.
    Atas saran gurunya, Raden Walangsungsang pergi ke Tanah Suci bersama adiknya,Nyai Lara Santang. Di Tanah Suci inilah, adiknya dinikahi Maulana Sultan Muhammad bergelar Syarif Abdullah keturunan Bani Hasyim putera Nurul Alim. Nyai Lara Santang berganti nama menjadi Syarifah Mudaim.
    Dari perkawinan ini, lahirlah Syarif Hidayatullah yang kelak menjadi Sunan Gunung Jati. Dilihat dari Genealogi, Syarif Hidayatullah yang nantinya menjadi salahseorang Wali Sanga, menduduki generasi ke-22 dari Nabi Muhammad.
    Sesudah adiknya kawin, Ki Samadullah atau Abdullah Iman pulang ke Jawa. Setibanya di tanah air, mendirikan Masjid Jalagrahan, dan membuat rumah besar yang nantinya menjadi Keraton Pakungwati. Setelah Ki Danusela meninggal Ki Samadullah diangkat menjadu Kuwu Caruban dan digelari Pangeran Cakrabuana. Pakuwuan ini ditingkatkan menjadi Nagari Caruban larang. Pangeran Cakrabuanamendapat gelar dari ayahandanya, Prabu Siliwangi, sebagai Sri Mangana, dan dianggap sebagai cara untuk melegitimasi kekuasaan Pangeran Cakrabuana.
    Setelah berguru di berbagai negara, kemudian berguru tiba di Jawa. Dengan persetujuan Sunan Ampel dan para wali lainnya disarankan untuk menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda. Syarif Hidayatullah pergi ke Caruban Larang dan bergabung dengan uwaknya, Pangeran CakrabuanaSyarif Hidayatullah tiba di pelabuhan Muara Jati kemudian terus ke Desa Sembung-Pasambangan, dekat Amparan Jati, dan mengajar Agama Islam, menggatikan Syekh Datuk Kahfi.
    Syekh Jati juga mengajar di dukuh Babadan. Di sana ia menemukan jodohnya dengan Nyai Babadan Puteri Ki Gedeng Babadan. Karena isterinya meninggal, Syekh Jati kemudian menikah lagi dengan Dewi Pakungwati, puteri Pangeran Cakrabuana, disamping menikahi Nyai Lara Bagdad, puteri sahabat Syekh Datuk Kahfi.
    Syekh Jati kemudian pergi ke Banten untuk mengajarkan agama Islam di sana. Ternyata Bupati Kawunganten yang keturunan Pajajaran sangat tertarik, sehingga masuk Islam dan memberikan adiknya untuk diperistri. Dari perkawinan dengan Nyai Kawunganten, lahirlah Pangeran Saba Kingkin, kelak dikenal sebagai Maulana Hasanuddin pendiri Kerajaan Banten. Sementara itu Pangeran Cakrabuana memintaSyekh Jati menggantikan kedudukannya dan Syarif Hidayatullah pun kembali ke Caruban. Di Cirebon ia dinobatkan sebagai kepala Nagari dan digelari Susuhunan Jati atau Sunan Jati atau Sunan Caruban atau Cerbon. Sejak tahun 1479 itulah, Caruban Larang dari sebuah nagari mulai dikembangkan sebagai Pusat Kesultanan dan namanya diganti menjadi Cerbon.
    Pada awal abad ke-16 Cirebon dikenal sebagai kota perdagangan terutama untuk komoditas beras dan hasil bumi yang diekspor ke Malaka. Seorang sejarawan Portugis, Joao de Barros dalam tulisannya yang berjudul Da Asia bercerita tentang hal tersebut. Sumber lainnya yang memberitakan Cirebon periode awal, adalahMedez Pinto yang pergi ke Banten untuk mengapalkan lada. Pada tahun 1596, rombongan pedagang Belanda dibawah pimpinan Cornellis de Houtman mendarat di Banten. Pada tahun yang sama orang Belanda pertama yang datang ke Cirebon melaporkan bahwa Cirebon pada waktu itu merupakan kota dagang yang relatif kuat yang sekelilingnya dibenteng dengan sebuah aliran sungai.
    Sejak awal berdirinya, batas-batas wilayah Kesultanan Cirebon termasuk bermasalah. Hal ini disebabkan, pelabuhan Kerajaan Sunda, yaitu Sundakalapa berhasil ditaklukan. Ketika Banten muncul sebagai Kesultanan yang berdaulat ditangan putra Susuhunan Jati, yaitu Maulana Hasanuddin, masalahnya timbul, apakah Sunda Kalapa termasuk kekuasaan Cirebon atau Banten?
    Bagi Kesultanan Banten, batas wilayah ini dibuat mudah saja, dan tidak pernah menimbulkan konflik. Hanya saja pada tahun 1679 dan 1681, Cirebon pernah mengklaim daerah Sumedang, Indramayu, Galuh, dan Sukapura yang saat itu dipengaruhi Banten, sebagai wilayah pengaruhnya.
    Pada masa Panembahan Ratu, perhatian lebih diarahkan kepada penguatan kehidupan keagamaan. Kedudukannya sebagai ulama, merupakan salah satu alasan Sultan Mataram agak segan untuk memasukkan Cirebon sebagai daerah taklukan. Wilayah Kesultanan Cirebon saat itu meliputi Indramayu, Majalengka, Kuningan, Kabupaten dan Kotamadya Cirebon sekarang. Ketika Panembahan Ratuwafat, tahun 1649 ia digantikan oleh cucunya Panembahan Girilaya atauPanembahan Ratu II. Dari perkawinannya dengan puteri Sunan Tegalwangi,Panembahan Girilaya memiliki 3 anak, yaitu Pangeran MartawijayaPangeran Kertawijaya, dan Pangeran Wangsakerta. Sejak tahun 1678, di bawah perlindungan Banten, Kesultanan Cirebon terbagi tiga, yaitu pertama Kesultanan Kasepuhan, dirajai Pangeran Martawijaya, atau dikenal dengan Sultan Sepuh I. Kedua Kesultanan Kanoman, yang dikepalai oleh Pangeran Kertawijaya dikenal denganSultan Anom I dan ketiga Panembahan yang dikepalai Pangeran Wangsakerta atauPanembahan Cirebon I.
    Kota Cirebon tumbuh perlahan-lahan. Pada tahun 1800 Residen Waterloo mencoba membuat pipa saluran air yang mengalir dari Linggajati, tetapi akhirnya terbengkalai. Pada tahun 1858, di Cirebon terdapat 5 buah toko eceran dua perusahaan dagang. Pada tahun 1865, tercatat ekspor gula sejumlah 200.000 pikulan (kuintal), dan pada tahun 1868 3 perusahaan Batavia yang bergerak di bidang perdagangan gula membuka cabangnya di Cirebon. Pada tahun 1877, di sana sudah berdiri pabrik es, dan pipa air minum yang menghubungkan sumur-sumur artesis dengan perumahan dibangun pada tahun 1877. Pada awal abad ke-20, Cirebon merupakan salahsatu dari lima kota pelabuhan terbesar di Hindia Belanda, dengan jumlah penduduk 23.500 orang. Produk utamanya adalah beras, ikan, tembakau dan gula.***(Nina H. Lubis (ed.), Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat, 2000.) Sumber ; Sundaislam.wordpress.com

    Dalem Aria Wiratanudatar Cikundul

    Dalem Aria Wiratanudatar Cikundul: Rd. Ngabehi Djayasasana



    Rd. Kj. Aria Wiratanudatar yang dikenal sebagai Kj. Dalem Cikundul Beliau adalah penyebar Islam sekaligus Bupati Cianjur pertama, di Kp.Cijagang Ds.Majalaya Kec.Cikalong Kulon Kab. Cianjur



    Dari kejauhan nampak di atas sebuah bukit yang sekelilingnya menghijau ditumbuhi pepohonan yang rin-dang. berdiri sebuah bangunan cukup megah dan kokoh.Bangunan yang sangat artistik dengan nuansa Islam itu. tiada lain makam tempat dimakamkannya Bupati Cianjur Pertama, R Aria Wira Tanu Bin Aria Wangsa Gopa-rana periode (1677-1691)yang kemudian terkenal dengan nama Dalem Cikundul.


    Areal makam yang luasnya sekitar 300 meter itu. berada di atas tanah seluas 4 hektar puncak Bukit Cijagang. Kampung Majalaya, Desa Cijagang, Kecamatan Cikalong-kulon. Cianjur, Jawa Barat atau sekitar 17 Km kearah utara dari pusat kota Cianjur.Makam Dalem Cikundul, sudah sejak lama dikenal sebagai obyek wisata ziarah. Dalem Cikundul. konon tergolong kepada syuhada sholihiin yang ketika masih hidup dan kemudian menjadi dalem dikenal luas sebagai pemeluk agama Islam yang taat dan penyebar agama Islam.

    Catatan sejarah dan cerita yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, tahun 1529 kerajaan Talaga direbut oleh Cirebon dari Negara Pajajaran dalam rangka penyebaran agama Islam, yang sejak itu, sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam.Tetapi raja-raja Talaga. yaitu Prabu Siliwangi. Mun-dingsari. Mundingsari Leutik, Pucuk Umum. Sunan Parung Gangsa. Sunan Wanapri, dan Sunan Ciburang, masih menganut agama lama, yaitu agama Hindu.Sunan Ciburang memiliki putra bernama Aria Wangsa Goparana. dan ia merupakan orang pertama yang memeluk agama Islam, namun tidak direstui oleh orang tuanya. Akhirnya Aria Wangsa Goparana meninggalkan keraton Talaga. dan pergi menuju Sagalaherang.

    Di Sagalaherang, mendirikan Negara dan pondok pesantren untuk menyebarkan agama Islam ke daerah sekitarnya. Pada akhir abad 17. ia meninggal dunia di Kampung Nangkabeurit, Sagalaherang dengan meninggalkan dua orang putra-putri, yaitu. DJayasasana, Candramang-gala, Santaan Kumbang. Yu-danagara. Nawing Candradi-rana, Santaan Yudanagara, dan Nyai Mas Murti.Aria Wangsa Goparana, menurunkan para Bupati Cianjur yang bergelar Wira Tanu dan Wiratanu Datar serta para keturunannya. Putra sulungnya Djayasasana dikenal sangat taqwa terhadap Allah SWT. tekun mempelajari agama Islam dan rajin bertapa.

    Setelah dewasa Djayasasana meninggalkan Sagalaherang. diikuti sejumlah rakyatnya. Kemudian bermukim di Kampung Cijagang, Cikalong-kulon. Cianjur, bersama .pengikutnya dengan bermukim di sepanjang pinggir-pingir sungai.Djayasasana yang bergelar Aria Wira Tanu, menjadi Bupati Cianjur atau Bupati Cianjur Pertama periode (1677-1691).
    meninggal dunia antara tahun -1706 meninggalkan putra-puteri sebanyak 11 orang , masing-masing
    1. Dalem Aria wiramanggala.
    2. Dalem Aria Martayuda (Dalem Sarampad).
    3. Dalem Aria Tirta (Di Karawang).
    4. Dalem Aria natamanggala (Dalem aria kidul/gunung jati cjr),
    5. R.Aria Wiradimanggala(Dalem Aria Cikondang)
    6. Dalem Aria Suradiwangsa (Dalem Panembong),
    7. Nyai Mas Kaluntar .
    8. Nyai Mas Bogem
    9. Nyai R. Mas Karangan.
    10. Nyi R.mas KAra
    11. Nyai Mas Djenggot

    Beliau Juga memiliki seorang istri dari bangsa jin Islam, dan memiliki tiga orang putra-putri, yaitu
    1. Raden Eyang Surya-kancana. yang hingga sekarang dipercayai bersemayam di Gunung Gede atau hidup di alam jin.
    2. Nyi Mas Endang Kancana alias Endang Sukaesih alias Nyai Mas Kara, bersemayam di Gunung Ceremai,
    3. R. Andaka Warusaja-gad (tetapi ada juga yang menyebutkan bukan putra, tetapi putri bernama Nyai Mas Endang Radja Mantri bersemayam di Karawang).

    Bertitik tolak dari situlah, Dalem Cikundul sebagai leluhurnya sebagian masyarakat Cianjur, yang tidak terlepas dari berdirinya pedaleman (kabupaten) Cianjur. Maka Makam Dalem Cikundul dijadikan tempat ziarah yang kemudian oleh Pemda Cianjur dikukuhkan sebagai obyek wisata ziarah, sehingga banyak dikunjungi penziarah dari pelbagai daerah.Selain dari daerah-daerah yang ada di P Jawa, banyak juga penziarah dari luar P Jawa seperti dari Bali. Sumatra. Kalimantan, banyak juga wisatawan mancanegara. Penziarah setiap bulan rata-rata mencapai 30.000 lebih pengunjung, mulai dari kalangan masyarakat bawah, menengah, hingga kelas atas, dan ada pula dari kalangan artis.

    Maksud ziarah itu sendiri sebagaimana diajarkan dalam Islam, supaya orangeling akan kematian. Disamping itu, ziarah kepada syuhada solihin selain mandoakanya juga untuk tawasul memohon kepada Allah SWT melalui syuhada solihin sebagai perantara terhadap Allah SWT. Karena syuhada solihin lebih dekat dengan Allah SWT. umumnya yang berziarah antara lain ada yang ingin memperoleh kelancaran dalam kegiatan usahanya, dipercaya atasan, cepat memperoleh jodoh, dan lainnya. Sebelum melaksanakan ziarah di pintu masuk makam harusnya diberi nasehat-nasehat oleh juru kunci, dimaksudkan agar tidak sesat(tidakmenyimpang dari akidah dan tidak terjerumus kedalam jurang kemusyrikan

    Makam Dalem Cikundul. semula kondisinya sangat sederhana. Tahun 1985 diperbaiki oleh Ny Hajjah Yuyun Muslim Taher istrinya Prof Dr Muslim Taher (Alm) Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta. Biaya perbaikannya menghabiskan sekitar Rp 125 juta.Sekarang ini, biaya perawatannya Selain dari para donator tetap juga hasil infaq so-dakoh dari para pengunjung. Belum lama ini telah selesai dilakukan perbaikan atap bangunan gedung utama ber ukuran 16x20 meter, perbaikan masjid untuk wanita berukuran 7x7 meter. Menyusul akan dibangun lantai II tempat peristirahatan bagi para peziarah.

    Di tempat berziarah Makam Dalem Cikundul ini. banyak disediakan Fasilitas untuk para penziarah mulai dari masjid untuk wanita dan laki-laki serta tempat peristirahatan. Dan sebelum memasuki areal tempat berziarah ada pula penginapan yang dikelola Dipenda Kabupaten Cianjur.Sebagai penziarah ada yang memiliki anggapan bila berziarah ke Makam Dalem Cikundul menghitung jumlah tangga sesuai dengan jumlah tangga sebenarnya, dapat diartikan maksud atau tujuan hidupnya akan tercapai. Itu sebabnya, tidak heran para penziarah ketika naik tangga untuk menuju sebuah bukit tempat Makam Dalem Cikundul. sambil menghitung jumlah tangga.jumlah tangga yang menuju lokasi makam yaitu tangga tahap pertama Jumlahnya 170 tangga. Kenapa tangga itu dibuat 170 buah. Dikemukakan bahwa jumlah itu diambil dari bilangan atau hitungan membaca ayat kursi yang sering dilakukan orang, yang juga sering dilakukan Dalem Cikundul. dan jumlah tangga tahap kedua sebanyak 34 buah."Mengenai ada anggapan apabila menghitung tangga sama Jumlahnya sama dengan jumlah tangga yang sebenarnya,insyaallah konon do'anya bakal dikabul segala maksud atau keinginan, tergantung kepercayaan masing-masing atau hanya sugesti saja." karena hal ini tergantung kebersihan niat dari para peziarah.

    Rundayan Para Bupati Cianjur Dari periode 1640-2011

    1. R.A. Wira Tanu I /Rd Djayasasana (1640-1691)/(1677-1691)
    2. R.A. Wira Tanu II / Rd.Aria Wiramanggala)(1691-1707)
    3. R.A. Wira Tanu III /RA. Astra Manggala(1707-1727)
    4. R.A. Wira Tanu Datar IV/ Rd. Sabirudin(1927-1761)
    5. R.A. Wira Tanu Datar V /Dalem Muhyidin(1761-1776)
    6. R.A. Wira Tanu Datar VI/Dalem Aria Enoh (1776-1813)
    7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
    8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
    9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
    10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
    11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
    12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
    13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
    14. R. Sunarya (1932-1934)
    15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
    16. R. Adiwikarta (1943-1945)
    17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
    18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
    19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
    20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
    21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
    22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
    23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
    24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
    25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
    26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
    27. Letkol Sarmada (1966-1969)
    28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
    29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
    30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
    31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
    32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
    33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
    34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
    35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
    Peta Wilayah
    Peta Wilayah
    Manonjaya - R.A.A. Wira Tanu Datar VIII
    Manonjaya - R.A.A. Wira Tanu Datar VIII
    Aria Tanu Datar IV
    Aria Tanu Datar IV
    R.A.A. Prawiradireja II
    R.A.A. Prawiradireja II
    R.A.A. Kusumaningrat
    R.A.A. Kusumaningrat

    SEJARAH KERAJAAN/KESULTANAN BERAU


    Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur. Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung. Sebelumnya daerah-daerah milik Berau yang telah memisahkan diri dan berdiri sendiri adalah Bulungan dan Tidung (kemudian ditaklukan Sultan Sulu). Negara Berau kuno meliputi kawasan pesisir dari perbatasan mandala Kerajaan Brunei di Kinabatangan (kini termasuk Sabah) hingga Tanjung Mangkaliat di perbatasan dengan mandala Kerajaan Kutai. Salah satu dari lima daerah bagian Berau adalah Nagri Marancang. Kepala Nagri atau Orang tuanya bernama Rangga Si Kannik Saludai. Pengarappan atau Punggawanya Bernama Harimau Jantan, Lambu Tunggal dan Kuda Sambarani. Wilayah kekuasaannya dari Bulalung Karantigau, Kubuan Pindda, Mangkapadi, Bulungan Selimbatu, Sekatak Buji, Sekata Jelanjang, Betayu, Sesayap, Simangarris, Tawau, Segarung, Talluk Silam dan Kinabatangan berbatasan dengan Brunei. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, "negara Berau" (yang terdiri atas Gunung Tabur, Tanjung/Sambaliung, Bulungan dan Tidung) merupakan salah satu bekas negara dependensi/negara bagian di dalam "negara Banjar Raya". Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling yang beribukota di Banjarmasin berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8
      
     Raja pertama
    Aji Raden Suryanata Kesuma, dikenal sebagai seorang raja yang bijak dalam menjalankan pemerintahannya selama 32 tahun sekitar tahun 1400 hingga 1432 ada pula yang menyatakan dari 1377 sampai 1426 Dibawah pemerintahannya, Baddit Dipattung berhasil membawa rakyatnya sejahtera serta menyatukan beberapa wilayah pemukiman yang dikenal oleh masyarakat Berau dengan sebutan "Banua", di antaranya Banua Merancang, Banua Pantai, Banua Kuran, Banua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung. Dalam catatan sejarah, Aji Suryanata Kesuma dikenal sangat berpengaruh dan berwibawa, sehingga dia adalah figur raja yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Nama Raja Berau yang pertama ini, kemudian diabadikan menjadi nama Korem 091/Aji Surya Natakesuma (ASN). Kesultanan Brunei menyebut Berau dengan nama Kuran

    Hubungan Kesultanan Berau dan Kesultanan Banjar

    Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca tahun 1365 tidak menyebutkan nama Berau sebagai salah satu negeri yang telah ditaklukan Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada, kemungkinan Berau masih memakai nama kuno yang lainnya yaitu Sawaku/Sawakung (sebuah negeri lama di Kabupaten Berau). Hikayat Banjar yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, menyebutkan hubungan Berau dengan Banjar pada masa Maharaja Suryanata, penguasa Banjar kuno abad ke-14 (waktu itu disebut Negara Dipa). Menurut Hikayat Banjar, sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata, pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (sebutan Banjar kuno pada masa Hindu), orang besar (penguasa) Berau sudah menjadi taklukannya, di sini hanya disebutkan orang besar, jadi bukan disebut raja seperti sebutan Raja Sambas dan Raja Sukadana. Berau dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= kerajaan di sebelah timur atau utara) yang telah membayar upeti. Hubungan Berau dengan Kesultanan Banjar di masa Sultan Suryanullah/Sultan Suriansyah/Pangeran Samudera (1520-1546) disebutkan dalam Hikayat Banjar, waktu itu Berau salah satu negeri yang turut mengirim pasukan membantu Pangeran Samudera/Sultan Suriansyah dan juga salah satu negeri yang mengirim upeti.  Menurut Hikayat Banjar, pada pertengahan abad ke-17 Sultan Makassar (Gowa-Tallo) meminjam Pasir termasuk daerah ring terluar seperti Kutai, Berau dan Karasikan sebagai tempat berdagang kepada Sultan Banjar IV Mustain Billah/Marhum Panembahan pada waktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654. Maka sejak itu Berau tidak lagi mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar. 
    Lokasi Kalimantan Timur Kabupaten Berau.svg
    Pada masa pemerintahan Gubernur
    • Sultan Adam
    Pada masa Sultan Adam dari Banjar dibuat perjanjian dengan Belanda yang di antara pasalnya menyerahkan vazal-vazal Banjar termasuk negeri Berau dan daerah-daerah lain di Kalimantan kepada Hindia Belanda. Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kerajaan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman Sumber : northmelanesian.blogspot.com

    SEJARAH SULTAN BAABULLAH

    Sultan Baabullah (10 Februari 1528 - permulaan 1583) adalah sultan dan penguasa Kesultanan Ternate ke-24 yang berkuasa antara tahun 1570 - 1583, ia merupakan sultan Ternate dan Maluku terbesar sepanjang sejarah yang berhasil mengalahkan Portugis dan mengantarkan Ternate ke puncak keemasan di akhir abad ke-16. Sultan Baabullah juga dijuluki sebagai penguasa 72 pulau berpenghuni yang meliputi pulau–pulau di nusantara bagian timur, Mindanao selatan dan kepulauan Marshall.

    Masa muda

    Dilahirkan
    tanggal 10 Februari 1528, kaicil (pangeran) Baab adalah putera Sultan Khairun (1535-1570) dengan permaisurinya Boki Tanjung, puteri Sultan Alauddin I dari Bacan. Sultan Khairun sangat memperhatikan pendidikan calon penggantinya, sejak kecil pangeran Baab bersama saudara-saudaranya telah digembleng oleh para mubalig dan panglima dimana ia memperoleh pemahaman tentang ilmu agama dan ilmu perang sekaligus. Sejak remaja ia juga telah turut mendampingi ayahnya menjalankan urusan pemerintahan dan kesultanan.
    Ketika pecah perang Ternate–Portugis yang pertama (1559-1567), Sultan Khairun mengutus putera – puteranya sebagai panglima untuk menghantam kedudukan Portugis di Maluku dan Sulawesi, salah satunya adalah pangeran Baab yang kemudian tampil sebagai panglima yang cakap dan berhasil memperoleh kemenangan bagi Ternate. Ternate sukses menahan ambisi Portugis sekaligus memenangkan banyak wilayah baru.

    Kematian Sultan Khairun

    Setelah kejatuhan Ambon ke tangan Ternate dalam perang Ternate – Portugis y`ng pertama, Portugis terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun yang kemudian disambut dengan itikad baik. Semua hak-hak istimewa Portugis menyangkut monopoli perdagangan rempah-rempah dihilangkan namun mereka tetap diperbolehkan untuk berdagang dan bersaing dengan pedagang nusantara serta pedagang asing lainnya secara bebas. Rupanya permohonan damai Portugis itu hanya kedok untuk mengulur waktu demi mengkonsolidasikan kembali kekuatan mereka, menunggu waktu yang tepat untuk membalas Ternate.
    Dengan dalih ingin membicarakan dan merayakan hubungan Ternate – Portugis yang membaik, gubernur Portugis Lopez De Mesquita (1566-1570) mengundang sultan Khairun ke benteng Sao Paulo tanggal 25 Februari 1570 untuk jamuan makan. Sang sultan memenuhi undangan itu dan datang tanpa pengawal, tak dinyana setibanya di benteng ia dibunuh atas perintah De Mesquita. De Mesquita beranggapan dengan mengenyahkan sultan Khairun, Maluku akan kehilangan pemimpin hebat dan segera tercerai berai, akan tetapi ia lupa bahwa sultan Khairun memiliki pewaris – pewaris yang hebat terutama dalam diri pangeran Baab.

    Kebangkitan Sultan Baabullah

    Penobatan sebagai Sultan

    Kematian Sultan Khairun yang tragis memicu kemarahan rakyat dan juga para raja di Maluku, dewan kerajaan atas dukungan rakyat lalu menobatkan Kaicil Baab sebagai Sultan Ternate berikutnya bergelar Sultan Baabullah Datu Syah. Dalam pidato penobatannya Sultan Baabullah bersumpah bahwa ia akan berjuang untuk menegakkan kembali panji - panji Islam di Maluku dan menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan besar serta melakukan tindakan balasan sampai orang terakhir bangsa Portugis meninggalkan wilayah kerajaannya.

    Pengumuman Perang Jihad

    Sultan Baabullah tidak menunda waktu setelah penobatan dan pidato pelantikan diucapkan. Perang Jihad diumumkan di seluruh negeri. Tak kalah dengan ayahnya ia tampil sebagai koordinator yang handal dari berbagai suku yang berbeda akar genealogis di nusantara bagian timur. Untuk memperkuat kedudukannya Sultan Baabullah menikahi adik Sultan Iskandar Sani dari Tidore. Raja – raja Maluku yang lainpun melupakan persaingan mereka dan bersatu dalam satu komando di bawah Sultan Baabullah dan panji Ternate, begitu pula raja – raja dan kepala suku di Sulawesi serta Papua. Sultan Baabullah memiliki panglima – panglima yang handal, di antaranya ; Raja Jailolo Katarabumi, salahakan (gubernur) Sula Kapita Kapalaya, salahakan Ambon Kapita Kalakinka, dan Kapita Rubuhongi. Menurut sumber Spanyol, dibawah panjinya Sultan Baabullah mampu mengerahkan 2000 kora – kora dan 120.000 prajurit.

    Pengusiran Portugis

    Pasca pembunuhan Sultan Khairun, Sultan Baabullah menuntut penyerahan Lopez de Mesquita untuk diadili. Benteng – benteng Portugis di Ternate yakni Tolucco, Santo Lucia dan Santo Pedro jatuh dalam waktu singkat hanya menyisakan Benteng Sao Paulo kediaman De Mesquita. Atas perintah Baabullah pasukan Ternate mengepung benteng Sao Paulo dan memutuskan hubungannya dengan dunia luar, suplai makanan dibatasi hanya sekedar agar penghuni benteng bisa bertahan. Sultan Baabullah bisa saja menguasai benteng itu dengan kekerasan namun ia tak tega karena cukup banyak rakyat Ternate yang telah menikah dengan orang Portugis dan mereka tinggal dalam benteng bersama keluarganya. Karena tertekan Portugis terpaksa memecat Lopez de Mesquita dan menggantinya dengan Alvaro de Ataide namun langkah ini tidak berhasil meluluhkan Baabullah.
    Meskipun bersikap “lunak” terhadap Portugis di Sao Paulo, Sultan Baabullah tidak melupakan sumpahnya, ia mencabut segala fasilitas yang diberikan sultan Khairun kepada Portugis terutama menyangkut misi Jesuit. Ia mengobarkan perang Soya – Soya (perang pembebasan negeri), kedudukan Portugis di berbagai tempat digempur habis – habisan, tahun 1571 pasukan Ternate berkekuatan 30 juanga yang memuat 3000 serdadu dibawah pimpinan Kapita Kalakinka (Kalakinda) menyerbu Ambon dan berhasil mendudukinya. Pasukan Portugis dibawah kapten Sancho de Vasconcellos yang dibantu pribumi kristen berhasil memukul mundur pasukan Ternate di pulau Buru untuk sementara namun segera jatuh setelah Ternate memperbaharui serangannya kembali dibawah pimpinan Kapita Rubuhongi.
    Tahun 1575 seluruh kekuasaan Portugis di Maluku telah jatuh dan suku-suku atau kerajaan pribumh yang mendukung mereka telah berhasil ditundukkan hanya tersisa benteng Sao Paulo yang masih dalam pengepungan. Selama lima tahun orang-orang Portugis dan keluarganya hidup menderita dalam benteng, terputus dari dunia luar sebagai balasan atas penghianatan mereka. Sultan Baabullah akhirnya memberi ultimatum agar mereka meninggalkan Ternate dalam waktu 24 jam. Mereka yang telah beristrikan pribumi Ternate diperbolehkan tetap tinggal dengan syarat menjadi kawula kerajaan. Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan kemenangan pertama putera-putera Nusantara atas kekuatan barat dan oleh Buya Hamka kemenangan rakyat Ternate ini dipuji sangat penting karena menunda penjajahan barat atas nusantara selama 100 tahun.
    Demikianlah, tanggal 15 Juli 1575, orang Portugis pergi secara memalukan dari Ternate, tak satupun yang disakiti. Mereka kemudian diperbolehkan menetap di Ambon hingga 1576, setelah itu sebagian dari mereka pergi ke Malaka dan sebagian lagi ke Timor dimana mereka menancapkan kekuasaan mereka hingga 400 tahun kemudian.

    Kunjungan Francis Drake

    Tanggal 3 November 1579, Sultan Baabullah menerima kunjungan Francis Drake (kelak Sir Francis Drake), seorang petualang Inggris yang terkenal. Drake dan kelompoknya datang dari Australia dengan 5 kapal salah satunya Golden Hind yang legendaris. Kepada Sultan Baabullah, Drake menyatakan kedatangannya hanya untuk berdagang semata-mata. Ia mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap orang Portugis maupun Spanyol serta menceritakan situasi terakhir di Eropa. Sultan Baab menerima tamunya dengan gembira dan menjamu mereka di istana. Pertemuan mereka merupakan embrio hubungan diplomatik Indonesia – Inggris.
    Dalam jamuan makan mewah yang berlangsung setelah perundingan, Drake dan rombongan disuguhkan hidangan dari sagu, nasi, bermacam – macam lauk pauk dari kambing, rusa dan ayam sampai ikan bubara bakar dan katang kanari (kepiting kenari), yang semuanya dimasak dengan ramuan cengkih. Antara Sultan dan Francis Drake timbul rasa saling menghormati. Francis Drake amat terkesan dengan sultan Baabullah. Ia meninggalkan Ternate dengan kapal penuh muatan cengkeh kualitas prima, sang sultan bersama armada Ternate mengiringi kapal Drake sampai ke laut lepas.

    Laporan Francis Drake

    Sultan Baabullah menyambut para tamu dengan upacara kebesaran dan jamuan istimewa. Laporan Francis Drake seperti yang dimuat Willard A. Hanna dan Des Alwi dalam buku mereka (Ternate dan Tidore masa lalu penuh gejolak, hal 96-97) menggambarkan suasana pertemuan itu ;
    “Sementara orang-orang kami menunggu kedatangan sultan yang akan datang kira-kira setengah jam lagi, mereka mendapat kesempatan lebih baik untuk mengamati semua itu; juga sebelum kedatangan sultan sudah ada tiga baris tokoh bangsawan tua, yang konon semuanya adalah penasihat pribadi raja; di ujung rumah ditempatkan sekelompok orang muda, berpakaian dan berpenampilan anggun. Di luar rumah, di sebelah kanan, berdiri empat orang dengan rambut ubanan, semuanya berpakaian jubah merah panjang sampai ke tanah, tetapi penutup kepalanya tidak jauh berbeda dari orang Turki; mereka ini disebut orang Rum (Romawi/Eropa), atau orang asing, yang ada disana sebagai perantara untuk tetap memelihara perdagangan dengan bangsa ini: mereka adalah dua orang Turki, satu orang Italia sebagai perantara dan yang terakhir seorang Spanyol, yang dibebaskan oleh sultan dari tangan orang Portugis dalam perebutan kembali pulau itu, dan berhenti sebagai serdadu untuk mengabdi kepada sultan.
    Sultan akhirnya datang dari benteng, dengan 8 atau 10 senator yang mengikuti dia, dinaungi payung yang sangat mewah (dengan hiasan emas timbul di tengahnya), dan dijaga dengan 12 tombak yang matanya diarahkan ke bawah: orang kami (disertai saudara sultan), bangun untuk menemui dia, dan ia dengan sangat ramah menyambut dan berbasa – basi dengan mereka. Seperti telah kami gambarkan sebelumnya, ia bersuara lirih, bicaranya halus, dengan keanggunan sikap seorang sultan, dan seorang dari bangsanya. Pakaiannya menurut mode penduduk lain dari negerinya, tetapi jauh lebih mewah, sebagaimana dituntut oleh keberadaan dan statusnya; dari pinggang ke tanah ia mengenakan kain bersulam emas, sepatu dari beludru berwarna merah; hiasan kepalanya bertatahkan berbagai cincin berlapis emas, selebar satu atau satu setengah inci, yang membuatnya indah dan agung dipandang, mirip seperti mahkota; di lehernya ia mengenakan kalung rantai dari emas murni yang mata rantainya besar sekali dan satu rangkaian rangkap; di tangan kirinya terdapat Intan, batu Zamrud, batu Merah Delima dan batu Pirus, 4 batu permata yang sangat indah dan sempurna; di tangan kanannya; pada satu cincin terdapat satu batu Pirus besar dan sempurna, dan pada cincin lain terdapat banyak Intan berukuran lebih kecil, yang ditatahkan dengan sangat indah.
    Demikianlah ia duduk di atas tahta kerajaannya, dan di sebelah kanan berdiri seorang pelayan dengan sebuah kipas sangat mahal (tersulam dengan kaya dan terhias dengan batu nilam). Ia mengipas dan mengumpulkan udara untuk menyejukkan sultan, karena tempatnya panas sekali, baik oleh sinar matahari maupun kumpulan begitu banyak orang. Sesudah beberapa waktu, setelah para tuan menyampaikan pesan mereka, dan memperoleh jawaban, mereka diizinkan untuk pamit, dan dengan selamat di antara kembali oleh salah satu ketua Dewan Sultan, yang ditugaskan oleh sultan sendiri untuk melakukan hal itu.”

    Sultan Baabullah dan masa keemasan Ternate

    Dengan kepergian orang Portugis, Sultan Baabullah menjadikan benteng Sao Paulo sebagai benteng sekaligus istana, ia merenovasi dan memperkuat benteng tersebut kemudian mengubah namanya menjadi benteng Gamalama. Sultan Baabullah masih melanjutkan hubungan dagang dengan bangsa barat termasuk Portugis dan mengizinkan mereka menetap di Tidore, akan tetapi tanpa pemberian hak istimewa, para pedagang barat diperlakukan sama dengan pedagang – pedagang dari negeri lain dan mereka tetap diawasi dengan ketat. Sultan Baabullah bahkan mengeluarkan peraturan yang mewajibkan setiap bangsa Eropa yang tiba di Ternate untuk melepaskan topi dan sepatu mereka, sekedar untuk mengingatkan mereka agar tidak lupa diri.
    Sultan Baabullah tetap memelihara persekutuan yang telah terbentuk dan sering mengadakan kunjungan ke wilayah – wilayah yang mendukung Ternate dan menuntut kesetiaan mereka terhadap persekutuan yang dipimpinnya. Tahun 1580 Sultan Baabullah mengunjungi Makassar dan mengadakan pertemuan dengan raja Gowa Tunijallo, mengajaknya masuk Islam dan ikut serta dalam persekutuan melawan Portugis dan Spanyol. Sang raja tak langsung menyutujui ajakan Sultan untuk memeluk Islam namun setuju untuk ikut dalam persekutuan kemudian sebagai tanda persahabatan Sultan Baabullah menghadiahkan pulau Selayar kepada Raja Gowa.
    Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah kekuasaan dan pengaruhnya membentang dari Sulawesi Utara, tengah dan timur di bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Filipina (Selatan) di bagian utara hingga sejauh kepulauan Kai dan Nusa Tenggara dibagian selatan. Tiap wilayah atau daerah ditempatkan wakil – wakil sultan atau yang disebut Sangaji. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 negeri” yang semuanya memiliki raja yang tunduk kepadanya (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci nama-nama ke-72 negeri tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia timur.
    Sultan Baab tetap melanjutkan kebijakan ayahnya dengan menjalin persekutuan dengan Aceh dan Demak untuk mengenyahkan Portugis dari Nusantara. Persekutuan Aceh – Demak – Ternate ini merupakan simbol persatuan nusantara karena ketiganya sebagai yang terbesar dan terkuat di masa itu merangkai wilayah barat. tengah dan timur nusantara dalam satu ikatan persaudaraan, mewujudkan kembali persatuan nusantara sejak keruntuhan Majapahit.

    Ternate pasca Baabullah

    Permulaan tahun 1583 Sultan Baabullah dipanggil menghadap Sang Khaliq. Adapun penyebab maupun tempat kematiannya masih diperdebatkan, namun apapun dan dimanapun itu kematian Sultan Baab sebagai putera kebanggaan Maluku meninggalkan duka mendalam bagi rakyatnya. Ia adalah satu-satunya putera Nusantara yang meraih kemenangan mutlak atas kekuatan barat. Keberhasilannya mengantarkan Ternate menjadi kerajaan besar dan mencapai puncak kejayaan bukanlah satu – satunya tanda kebesarannya. Ia telah berhasil menanamkan rasa percaya diri rakyatnya untuk bangkit menghadapi kekuasaan asing yang ingin menguasai kehidupan mereka. Sultan Baabullah adalah simbol perlawanan terhadap kesewenang – wenangan bangsa asing. Ia tak sudi tunduk pada kekuasaan asing dan menempatkan dirinya sejajar dengan mereka, menjadi tuan di negeri sendiri. Sepeninggal Sultan Baabullah tak ada lagi pemimpin lain di Ternate maupun Maluku yang sekaliber dia. Para penggantinya tak mampu berbuat banyak mempertahankan kebesaran Ternate.
    Sultan Baabullah Datu Syah digantikan puteranya Sultan Said Barakati (1583 – 1606) yang terus mengobarkan perang terhadap Portugis dan Spanyol.
    Sumber :  http://northmelanesian.blogspot.com/

    SEJARAH SINGKAT KERAJAAN KALINGGA

    Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.

    Kisah lokal

    Terdapat kisah yang berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani legendaris yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa pandang bulu. Kisah legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri. Pada suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada sorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman mati kepada putranya, dewan menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang menyentuh barang yang bukan miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman dipotong kakinya.

    Carita Parahyangan

    Berdasarkan naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
    Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
    Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran.
    Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.

    Catatan dari zaman Dinasti Tang

    Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M - 906 M) memberikan tentang keterangan Ho-ling sebagai berikut.
    • Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
    • Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
    • Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
    • Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa
    • Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
    Catatan dari berita Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima). Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.

    Catatan I-Tsing

    Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha ke dalam Bahasa Cina. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain memuat cerita tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana dalam agama Buddha Hinayana.

    Prasasti

    Prasasti peninggalan Kerajaan Ho-ling adalah Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
    Sementara di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, ditemukan Prasasti Sojomerto. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
    Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah dahulu berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa Tengah Selatan
     Sumber : http://northmelanesian.blogspot.com/

    SEJARAH KERAJAAN MATARAM KUNO (MEDANG)

    Sejarah Kerajaan Mataram Kuno – Cerita dan sejarah lengkap kerajaan mataran di pulau jawa


    .
    Runtuhnya kerajaan mataram
    disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi tersebut menjadi rusak. Kedua, runtuhnya kerajaan Mataramdisebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun 927-929 M. Ketiga, runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang  terdapat sungai besar dan tidak terdapatnya pelabuhan strategis. Sementara di Jawa Timur, apalagi di pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan dekat dengan daerah sumber penghasil komoditi perdagangan. Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram, lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan . Mpu Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan 948 M. Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.
    b. Kehidupan ekonomi

    Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Hal ini bisa dilihat dari usahausaha yang ia lakukan, seperti Mpu Sindok banyak membangun bendungan dan memberikan hadiah-hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan suci untuk meningkatkan kehidupan rakyatnya. Begitu pula pada masa pemerintahan Airlangga, ia berusaha memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai Berantas dengan memberi tanggul-tanggul untuk mencegah banjir. Sementaratu dibidang sastra, pada masa pemerintahannya telah tercipta satu hasil karya
    sastra yang terkenal, yaitu karya Mpu Kanwa yang berhasil menyusun kitab Arjunai Wiwaha. Pada masa Kerajaan Kediri banyak informasi dari sumber kronik Cina yang menyatakan tentang Kediri yang menyebutkan Kediri banyak menghasilkan beras, perdagangan yang ramai di Kediri dengan barang yang
    diperdagangkan seperti emas, perak, gading, kayu cendana, dan pinang. Dari keterangan tersebut, kita dapat menilai bahwa masyarakat pada umumnya hidup dari pertanian dan perdagangan.
    c. Kehidupan sosial-budaya

    Dalam bidang toleransi dan sastra, Mpu Sindok mengi inkan penyusunan kitab Sanghyang Kamahayamikan (Kitab Suci Agama Buddha), padahal Mpu Sindok sendiri beragama Hindu. Pada masa pemerintahan Airlangga tercipta karya sastra Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa. Begitu pula seni wayang berkembang dengan baik, ceritanya diambil dari karya sastra Ramayana dan Mahabharata yang ditulis ulang dan dipadukan dengan budaya Jawa. Raja Airlangga merupakan raja yang peduli pada keadaan masyarakatnya. Hal itu terbukti dengan dibuatnya tanggul-tanggul dan waduk di beberapa bagian di Sungai Berantas untuk mengatasi masalah banjir. Pada masa Airlangga banyak dihasilkan karya-karya sastra, hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kebijakan raja yang melindungi para seniman, sastrawan dan para pujangga, sehingga mereka dengan bebas dapat mengembangkan kreativitas yang mereka miliki.
    Pada kronik-kronik Cina tercatat beberapa hal penting tentang Kediri
    yaitu:
    1) Rakyat Kediri pada umumnya telah memiliki tempat tinggal yang baik,
    layak huni dan tertata dengan rapi, serta rakyat telah mampu untuk
    berpakaian dengan baik.
    2) Hukuman di Kediri terdapat dua macam yaitu denda dan hukuman mati
    bagi perampok.
    3) Kalau sakit rakyat tidak mencari obat, tetapi cukup dengan memuja
    para dewa.
    Sumber: wikipedia.com, id.shvoong.com, google.co.id
     
    Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
    Copyright © 2011. NUANSA SEJARAH - All Rights Reserved
    Template Created by Creating Website Published by Mas Template
    Proudly powered by Blogger